Pemerintah Teguhkan Komitmen Perbaikan Ekonomi Sebagai Respon Positif Aspirasi Masyarakat

Oleh: Alexander Royce*)

Gerakan sosial beberapa waktu lalu menjadi ruang dialog konstruktif yang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Justru, aspirasi publik tersebut mampu membuka ruang refleksi kebijakan yang lebih produktif dan bersinergi dengan kepentingan rakyat serta arah pembangunan nasional. Pemerintahan yang tengah berkuasa saat ini tampak tidak hanya mendengar, tetapi bergerak mengambil langkah nyata dalam memperbaiki kelemahan struktural dan merespons keprihatinan luas, terutama dalam aspek hukum, tata kelola, dan perekonomian.

Sejak gelombang demonstrasi akhir Agustus, 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang telah tersebar luas di media sosial hingga ke ruang publik. Sejumlah aspirasi publik menekankan perbaikan kesejahteraan buruh, jaminan upah layak, dan perlindungan pekerja kontrak Menanggapi itu, pemerintah menggelar rapat koordinasi lintas kementerian. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa respons positif dari pemerintah adalah langkah awal. Ia menegaskan bahwa aspirasi rakyat tersebut mengandung kritik riil terhadap hal-hal yang selama ini dianggap kurang atau belum optimal, dan pemerintah wajib merespons dengan langkah pembenahan. Meski tidak semua poin bisa diwujudkan secara instan, Yusril menegaskan bahwa hal-hal yang dapat segera dilakukan akan dijalankan — terutama menyangkut penegakan hukum, transparansi, dan perbaikan institusional.

Salah satu aspek penting dalam rangka memperbaiki iklim sosial-politik sekaligus menjaga stabilitas, adalah pengelolaan program publik yang berdampak langsung ke masyarakat. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, mengambil bagian penting sebagai kontrol parlemen terhadap program pemerintah, terutama terkait kasus keracunan massal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, kasus semacam itu menjadi evaluasi penting agar sistem pengawasan semakin diperkuat oleh pemerintah dan tata kelola dalam pelaksanaan program sosial. Ia mendorong agar pemerintah memperketat pengawasan, bahkan mempertimbangkan alternatif pengelolaan MBG oleh sekolah dan komite sekolah, agar higienitas, keamanan, dan relevansi menu lebih terjamin.

Lebih jauh lagi, Yahya menyoroti isu moratorium kenaikan cukai hasil tembakau sebagai langkah mitigasi terhadap gelombang PHK dan tekanan biaya produksi industri tembakau, yang menyerap jutaan tenaga kerja dari hulu ke hilir. Ia menggarisbawahi bahwa moratorium harus diiringi pengawasan ketat agar pasar ilegal tidak merugikan negara serta pelaku usaha.

Di panggung strategis kebijakan ekonomi, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjawab aspirasi 17+8 dengan cara memperkuat investasi dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Pemerintah merancang Paket Ekonomi tahap kedua 2025 yang berisi delapan kebijakan utama, termasuk skema magang bagi lulusan baru, pembebasan PPh 21 di sektor pariwisata, subsidi iuran jaminan sosial bagi pekerja informal, serta relaksasi kredit perumahan bagi pekerja. Strategi ini menjadi tonggak akselerasi dalam menjaga daya beli dan menciptakan kesempatan kerja langsung di sektor riil.

Stimulus semester II/2025 senilai triliunan rupiah juga diumumkan sebagai bagian dari usaha menjaga momentum ekonomi domestik. Airlangga menyebut bahwa program kredit investasi padat karya, perluasan FLPP perumahan, serta kebijakan fiskal pro-rakyat adalah bagian dari rangkaian strategi demi menjaga agar pertumbuhan ekonomi tak hanya berkisar di angka makro, tapi terasa langsung dalam kehidupan sehari-hari rakyat.

Sejalan dengan itu, pemerintah merumuskan paket stimulus “8+4+5” yang dibahas bersama Kementerian Keuangan, yakni 8 program utama, 4 program lanjutan dan 5 program andalan pemerintah untuk penyerapan tenaga kerja, untuk memacu produktivitas, memperluas kesempatan kerja, dan menjaga konsumsi masyarakat hingga akhir tahun.

Di balik langkah-langkah ekonomi, sejumlah tantangan patut dicermati. Dalam penanganan MBG, selain tekanan publik terhadap kasus keracunan, tantangan serapan anggaran dan transparansi juga menjadi sorotan. Dalam banyak kasus, alokasi dana tidak terserap optimal, dan data publik sulit diakses, yang memicu keresahan publik terhadap kredibilitas program.

Namun, respons pemerintah sejauh ini menunjukkan orientasi positif. Langkah moratorium soal tunjangan DPR, pembekuan perjalanan luar negeri anggota DPR, dan kecenderungan mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset menunjukkan bahwa arah kebijakan sudah bersisian dengan sebagian tuntutan publik.

Tak kalah penting, pemerintah juga menggarisbawahi bahwa dampak gejolak sosial-politik bersifat sementara dan dapat dikelola. Menurut Airlangga, strategi semester II dan stimulus terukur akan menjaga kestabilan ekonomi sekaligus memacu pertumbuhan.

Secara keseluruhan, respons positif atas aspirasi 17+8 telah memicu akselerasi kebijakan yang berpihak pada perbaikan ekonomi dan kelembagaan. Pemerintah bergerak tidak sekadar akal-akalan politis, melainkan merespons tuntutan dasar rakyat, agar kebijakan negara mencerminkan keadilan, transparansi, perlindungan sosial, dan pertumbuhan inklusif.

*) Penulis merupakan Pengamat Sosial

  • Related Posts

    Pemerintah Fokus Produksi Gas Bumi Untuk Pilar Swasembada Energi

    Riau – Gubernur Riau Abdul Wahid menegaskan langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dalam membentuk Satuan Tugas (Satgas) Kelancaran Operasional Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan…

    Percepatan Produksi Migas Dukung Swasembada Energi

    Jakarta, Pemerintah menegaskan percepatan produksi minyak dan gas (migas) sebagai langkah strategis untuk memperkuat ketahanan dan mewujudkan swasembada energi. Melalui sinkronisasi kebijakan lintas kementerian/lembaga, percepatan ini diarahkan untuk menutup celah…

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *