Oleh: Raditya Anindyo *)
Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional melalui kombinasi kebijakan moneter dan fiskal yang saling menguatkan. Langkah ini bukan hanya merespons dinamika global dan pelemahan permintaan domestik, tetapi juga merupakan jawaban konkret atas aspirasi yang disuarakan dalam tuntutan masyarakat Dengan orkestrasi yang terarah, pemerintah bersama otoritas moneter membangun fondasi baru bagi pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Bank Indonesia (BI) telah mengambil langkah strategis dengan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen. Keputusan ini disertai penurunan suku bunga Deposit Facility hingga 50 basis poin ke level 3,75 persen dan Lending Facility ke 5,50 persen. Pemangkasan ini tidak hanya menjadi sinyal keberanian otoritas moneter, tetapi juga merupakan strategi terukur untuk menurunkan biaya dana perbankan dan mempercepat transmisi ke sektor riil.
Menurut Ekonom Syafruddin Karimi, konsistensi pemangkasan suku bunga sejak September 2024 mencerminkan pilihan kebijakan yang jelas, yaitu mendorong permintaan domestik saat inflasi tetap terkendali. Ia menekankan bahwa kombinasi kebijakan moneter yang menurunkan harga uang dengan kebijakan fiskal yang memastikan dana Rp200 triliun ditempatkan di bank-bank BUMN akan memberikan katalis positif bagi sektor perbankan. Dengan demikian, likuiditas tidak hanya tersedia di sistem keuangan, tetapi juga mengalir ke dunia usaha dan rumah tangga.
Pentingnya sinergi moneter dan fiskal juga ditekankan oleh Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede. Menurutnya, pemangkasan suku bunga dan pengelolaan fasilitas simpanan mendorong bank agar tidak nyaman menaruh dana di BI, sehingga dipacu untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor riil. Kondisi ini membuka jalan bagi turunnya bunga deposito maupun kredit, yang pada akhirnya menstimulasi konsumsi dan investasi. Josua menilai langkah ini masih dalam batas aman karena ditopang oleh inflasi rendah, stabilitas rupiah, serta cadangan devisa yang kuat.
Meski demikian, pemerintah tidak hanya mengandalkan peran BI. Melalui Kementerian Keuangan, dana Rp200 triliun dialokasikan ke bank Himbara untuk memperkuat likuiditas dan memperbesar kapasitas pembiayaan. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa langkah ini merupakan jaminan agar aliran dana dapat optimal tersalurkan ke sektor produktif dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat serta pelaku usaha. Keberpihakan ini semakin nyata dengan arahan agar perbankan menurunkan Suku Bunga Dasar Kredit, sehingga pelaku usaha dan rumah tangga dapat menikmati biaya pinjaman yang lebih terjangkau.
Dalam konteks inilah, Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5 yang diluncurkan pemerintah menjadi pilar penting. Program ini menyasar penguatan daya beli masyarakat sekaligus penciptaan lapangan kerja. Pemerintah menetapkan target pertumbuhan 5,2 persen pada tahun 2025 dengan dukungan alokasi anggaran Rp16,23 triliun. Di dalamnya, terdapat program padat karya tunai, bantuan pangan untuk lebih dari 18 juta keluarga, hingga diskon iuran jaminan sosial bagi pekerja transportasi online. Selain itu, perluasan insentif PPh 21 Ditanggung Pemerintah untuk pekerja sektor pariwisata diharapkan menghidupkan kembali sektor yang sempat terpukul pandemi.
Ekonom Myrdal Gunarto dari Bank Maybank Indonesia menilai kombinasi kebijakan moneter dan stimulus fiskal dalam paket 8+4+5 akan menjadi mesin pertumbuhan baru. Menurutnya, penurunan bunga dari BI dipadukan dengan program pemerintah mampu menjaga stabilitas sekaligus memberi dorongan nyata bagi konsumsi masyarakat. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi mencapai 5 persen lebih pada akhir tahun ini, dengan nilai tukar rupiah tetap stabil.
Pemerintah juga menaruh perhatian pada keberlanjutan program di tahun-tahun mendatang. Empat program lanjutan pada 2026 diproyeksikan menjaga momentum, terutama pada sektor pariwisata, manufaktur, dan UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Sementara itu, lima program khusus penyerapan tenaga kerja disiapkan untuk menekan angka pengangguran dan mengakomodasi kebutuhan lulusan baru maupun pekerja informal.
Langkah-langkah ini memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam memastikan bahwa pemulihan ekonomi tidak hanya sekadar wacana, melainkan realitas yang dapat dirasakan masyarakat luas. Dengan menyeimbangkan instrumen moneter, memperkuat kebijakan fiskal, serta menyasar langsung kebutuhan masyarakat dan dunia usaha, pemerintah menunjukkan arah pembangunan yang konsisten.
Peluncuran paket stimulus menjadi simbol koordinasi nasional yang kuat. Pemerintah menegaskan bahwa strategi pemulihan ekonomi bukanlah kebijakan parsial, melainkan agenda bersama yang melibatkan seluruh komponen bangsa. Aspirasi masyarakat dijawab dengan kebijakan nyata yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Optimisme untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan kini semakin terbuka. Dengan kestabilan makro, pengelolaan fiskal yang cermat, serta dorongan terhadap konsumsi dan investasi, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk melangkah lebih maju. Perpaduan visi dan aksi antara pemerintah dan otoritas moneter memberikan jaminan bahwa perekonomian nasional tidak hanya pulih, tetapi juga tumbuh lebih kuat menghadapi tantangan global.
Melalui konsistensi kebijakan ini, pemerintah menegaskan bahwa aspirasi publik dijawab dengan langkah nyata. Pemulihan ekonomi tidak berhenti pada angka statistik, tetapi diwujudkan dalam bentuk lapangan kerja, peningkatan daya beli, dan penguatan sektor usaha. Dengan begitu, percepatan pemulihan ekonomi benar-benar menjadi bagian dari jawaban pemerintah terhadap harapan rakyat.
*) Analis Perekonomian dan Pembangunan Nasional